Fenomena serupa pernah terjadi pada 2020-2021, ketika pelonggaran ekstrem pasca-pandemi memicu reli besar di Bitcoin dan saham teknologi.
Kini, dengan suntikan ganda dari The Fed dan PBOC, ada kekhawatiran bahwa “bahan bakar” spekulasi sedang disiapkan lagi.
Jika investor kembali mengejar imbal hasil tinggi tanpa memperhatikan risiko, pasar bisa terjebak dalam siklus boom-and-bust yang baru.
Risiko Ketidakpastian Kebijakan Suku Bunga
Baca Juga:Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Melemah Tipis, Tertekan Sentimen Global dan Kebijakan The FedHarga Emas Hari Ini Naik 3 Hari Beruntun, Antam Tembus Rp2,64 Juta per Gram
Situasi semakin rumit karena sinyal kebijakan The Fed tidak konsisten. Gubernur Christopher Waller menyerukan pemotongan suku bunga pada Desember 2025.
Namun Ketua The Fed, Jerome Powell, tetap berhati-hati dan menegaskan perlunya disiplin terhadap inflasi.
Perbedaan pandangan ini menciptakan kebingungan pasar. Data Polymarket menunjukkan ekspektasi pemotongan suku bunga ketiga di 2025 turun dari 90% menjadi 65%.
Jika The Fed akhirnya tidak memangkas suku bunga, pelaku pasar bisa kecewa—dan kepanikan likuiditas dapat muncul kembali.
Risiko Dampak pada Bitcoin dan Aset Risiko
Bagi pasar kripto, suntikan likuiditas biasanya dianggap positif. Bitcoin sering naik saat suplai uang global meningkat.
Namun kali ini, keseimbangan antara dukungan likuiditas dan pengetatan inflasi membuat arah harga sulit diprediksi.
Data Coinglass menunjukkan minat terbuka di kontrak berjangka Bitcoin turun dari >100 ribu pada Oktober menjadi sekitar 90 ribu di awal November—tanda bahwa pedagang mulai menahan diri.
Baca Juga:Harga Emas Hari Ini Kamis 16 Oktober 2025: Antam, UBS, dan Galeri24 Kompak Meroket NaikHarga Emas Melejit! Antam Tembus Rp2,56 Juta, UBS dan Galeri24 Ikut Meroket
Jika The Fed atau PBOC tiba-tiba mengurangi likuiditas, pasar kripto bisa menghadapi tekanan besar karena arus modal keluar dari aset spekulatif.
Risiko Sistemik Mengintai di Balik “Bantalan” Likuiditas
Suntikan dana oleh The Fed dan PBOC memang memberi napas lega bagi pasar, tapi juga memperbesar risiko laten.
Ketergantungan pada kebijakan bank sentral, ketidaksinkronan global, serta ekspektasi investor yang terlalu optimistis bisa menciptakan kondisi rapuh.
Apakah pasar sedang diselamatkan—atau hanya ditenangkan sebelum badai risiko berikutnya datang?
